Tagar #2019 Ganti Preaiden ini Adalah Kesalahan Tata Bahasa

Umum758 Dilihat

Portalindo.co.id JAKARTA – Gerakan #2019GantiPresiden yang awalnya, merupakan kampanye masif yang disuarakan kelompok partai oposisi di dunia maya (media sosial), yaitu PKS dan Gerindra dengan Tagar #2019GantiPresiden kini merambah di dunia nyata. 
Tidak hanya di Jakarta, kegiatan tersebut juga mulai digerakan di beberapa daerah lainnya seperti di Batam, Surabaya dan juga dicoba didaerah lainnya yang akhirnya menimbulkan kontroversi, seperti di Batam dan Surabaya ada penolakan dari masyarakat setempat dan juga di Jawa Barat yaitu MUI Jawa Barat tidak merekomendasikan kegiatan tersebut karena di nilai lebih banyak provokasinya daripada positifnya. 
Pengamat Hukum dan Keamanan, Rr Dewinta Pringgodani SH MH menyatakan Gerakan #2019GantiPresiden merupakan gerakan kelompok yang tidak sabar dan melanggar ketentuan aturan main Pemilu. Di tengah duka NTB dan prestasi Asian Games, mash ada yang tidak sabar terburu-buru melakukan kampanye terselubung, ungkapnya dalam acara Diskusi Media pada Selasa 28 Agustus 2018 di Gedung Joang ’45 atau Museum Joang 45 Jl. Menteng Raya Jakarta Pusat yang diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) bertema “PROPAGANDA GERAKAN#GANTI PRESIDEN 2019: UPAYA INKONSTITUSIONAL MENGGANTI PRESIDEN? 
Dewinta juga mengatakan bahwa UU No 7/2017 tentang Pemilu, setiap orang yang kampanye di luar jadwal bisa dipidana maksimal 1 tahun dan didenda maksimal 12 juta rupiah. Sedangkan berdasarkan jadwal KPU, kampanye baru dimulai per 23 September 2018, untuk itu Dewinta mendesak Polri, Kemendagri, Bawaslu dan KPU agar berkoordinasi dan tidak melakukan pembiaran terhadap hashtag terselubung tersebut.
Diskusi yang berlangsung dari pukul 14.00 – 16.30 ini menghadirkan 4 narasumber yaitu, dihadiri empat narasumber yaitu: 1) Prof. Indria Samego (Pengamat Politik), 2) Dewi Pringgondani, SH., MH. (Pengamat Hukum & Keamanan) 3) Masinton Pasaribu
(Komisi III DPR RI) dan 4) Jerry Massie (Peneliti IPI).
Indria Samego mengatakan Gerakan ini mengarah pada _accumulation of power_, menunjukkan adanya kecenderungan politik. Politic is the only game in town. Di negara lain dengan sistem demokrasi yang maju, accumulation of power dilakukan juga sebagai upaya menyatakan pendapat dan difasilitasi. Namun jika dimanifestasikan dalam pengerahan massa, ini yang menjadi _warning_. 
Lebih lanjut Indra Samego mengatakan Dalam perspektif etika moral politik, terdapat nilai-nilai gerakan dalam menyadari keadaan public space.
 Artinya, ada kesepakatan bersama. Sayangnya sampai hari ini, belum nampak ada kesepakatan pihak-pihak terkait dengan adanya pembentukan gerakan ini. Bagaimana kelayakannya dan dasar hukum gerakan. Jika taat hukum, idealnya menunggu jadwal yang sudah ditetapkan. Namun, lebih dari itu, poin etika moral lebih prioritas.
Sementara itu, Jerry Massie mengatakan bahwa
1,4 Miliar USD, telah dihabiskan AS dalam kampanye Pilpres AS terakhir. Perbedaan nya jelas, namun rules kampanye di AS tidak ‘asbun’, asal bunyi. Dari sisi etimologis, tagar #2019GantiPresiden ini adalah kesalahan tata bahasa. Bandingkan dengan tagar AS – Barack Obama dalam #changeweneed, secara kebahasaan masih good listening. Tagar #2019GantiPresiden termasuk tagar yang sangat _straight_. . Pembantahan dan ancaman penggerak #2019GantiPresiden dengan menggunakan UU HAM dalam pembelaanya menjadi bukti ada sesuatu di balik gerakan ini. 
“Gerakan ini pasti akan membuat chaos dan kefatalan yang merugikan kita,” tegasnya.
Narasumber lainnya yaitu Masinton Pasaribu mengatakan Gerakan #2019GantiPresiden, bukanlah gerakan sosial. Karena partai politik terlibat di dalamnya. Partai politik yang mendukung HTI, partai politik yang menjadi lawan pemerintah. Gerakan ini diibaratkan gerakan revolusi malu-malu. Ada persoalan ketidakpuasan sebagai dampak Pilpres 2014 lalu. Hal ini bisa dilihat dari narasi kebencian yang marak kita temukan dalam gerakan ini, ungkapnya.
Bagi kalangan politisi, gerakan dengan hastag #2019GantiPresiden juga menimbulkan pro dan kontra. Ada yang setuju bagi mereka yang oposisi dan ada juga yang tidak setuju bagi mereka yang mendukung petahana.
Tentunya kita menyayangkan kalau memang gerakan dengan hastag #2019GantiPresiden tersebut benar-benar tidak dapat dibenarkan secara hukum. KPU dan khususnya BAWASLU seharusnya dapat mensikapi hal ini sesuai dengan ketentuan perundangan dan aturan main yang ada. 
Sebelumnya Pakar Hukum sekaligus Guru Besar di Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita angkat bicara mengenai tagar #2019GantiPresiden yang saat ini marak digaungkan oleh pihak oposisi petahana. 
Menurutnya, gerakan tersebut dianggapnya melanggar UU Pemilu/Pilpres. Karena, tagar tersebut seharusnya digaungkan saat masa kampanye pada tahun 2019 mendatang, bukan di tahun 2018 ini. 
Secara tegas, Romli Atmasasmita menyebut jika tagar yang di keluarkan di 2018 ini adalah upaya mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah. Dan hal ini menurutnya juga menyalahi KUHP.*** 
Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *