Portalindo.co.id, Jakarta – Musyawarah nasional Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia ( Munas Perbarindo) X menjadikan Munas yang terburuk dalam sejarah, karena untuk kali pertama ada dua DPD yang notabene sebagai pendiri melakukan tindakan WO. Hal tersebut disampaikan Hiras Lumban Tobing SH, Dirut. PT.Bekasi Binatanjung Makmur kepada Portalindo.co.id melalui pesan WhatsApp, Senin 29 Oktober 2018.
Selanjutnya kata Lumban, sebagai anggota Perbarindo yang baik, cinta organisasi dan tidak haus kekuasaan (karena dalam ART sudah mengatur batas waktu kepemimpinan) sudah dicoreng dengan lebel demokrasi tetapi justru mencederai demorasi itu sendiri.
Kemudian lanjutnya, Eforia demokrasi yang kebablasan dengan memainkan intrik dan trik yang tidak memperhitungan logika hukum, keseimbangan hukum dan asas keadilan serta persamaan hak.
Sebagai organisasi yang melindungi dan mengayomi kurang lebih 1560 BPR di seluruh Indonesia, seharusnya menjadi wadah acountable yang menjunjung tinggi kode etik serta prinsip hukum positif dan norma kewajaran dalam berorganisasi dengan melaksanakan sepenuhnya amanat AD/ART, bukan sebaliknya karena kepentingan pribadi dan atau kelompok menghalalkan segala cara dengan melakukan cara diluar kelaziman.
Cara/jalan masih sebagai pemimpin sudah mempunyai niat karena niat adalah unsur esensial untuk melakukan kejahatan/ malpraktek pada umumnya dalam lini kehidupan bermasyarakat maupun berorganisasi dengan jalan curi starting awal dan berimplikasi kecurangan secara sistematis dan masif untuk melanggengkan kekuasaan dan mejadi penguasa yg absolut, mengenyampingkan prisinsip demokrasi dan ujung- ujungnya menciptakan tirani kekuasaan, anggata diurus sebagai sapi perahan dan menjadi objek kepentingan sesaat bukan menjadi subjek (ini ada keprihatinan yang sangat krusial dalam berorganisasi).
Menurutnya, keprihatinan itu bisa terjadi dengan cara mencederai keadilan dan tidak mempertimbangkan penggelolaan yang baik, padahal itu adalah hal hakiki dalam organisasi guna kepentingan bersama bukan sepihak. –
Kemudian lazimnya ketua selaku mandataris dan dalam fungsinya harus melaksanan AD/ART secara konsekwen karena yang bersangkutan pada saat terpilih wajib hukumnya mengawal AD/ART sesuai amanat Munas, dan apa yg menjadi hak dan kewajiban baik pengurus dan para anggota harus dijamin RES dan ORDE tetapi yang terjadi sekarang di Perbarindo adalah RIP (rest n peace) bagi anggota lain yang tidak seide dan sepaham.
SementaraDirut PT. BPR Kanti. dari Bali, Amitaba mengatakan kedepan Perbarindo harus benar-benar memperjuangkan aspirasi dan keadilan sosial bagi anggota dengan cara hak-hak anggota harus menjadi prioritas dan suatu kenisjayaan, dengan cara merombak dan merestorasi unsur-unsur kepentingan bersama yang menjadi norma dasar dalan pengaturan jalannya organisasi dengan merumuskan kembali AD/ART yang baik dan pro keadilan; contoh: dalam hal penjaringan bakal calon dan Pengusulan perubahan AD/ART harus ada tenggang waktu sekian bulan sebelum Munas serta wajib lakukan verifikasi sesuai amanat AD/ART supaya tidak ada tiba-tiba merubah AD/ART untuk kepentingan seseorang atau kelompok.
Padahal secara prinsip dan logika hukum sebetulnya sudah menyalahi AD/ART itu sendiri ( bisa dilihat dari pengkajian yang komperhensip dengan mempertimbangkan teori dan logika hukum oleh ahli).
Selanjutnya hal lain yang kami anggap penting merupakan kewenangan Dewan Pengawan, itu harus diatur lebih strategis dan rinci di dalam AD/ART agar bisa menjamin hadirnya tata kelola organisasi yang baik di Perkumpulan Perbarindo.
“Apalagi, saudara Joko Suyanto, sebelum menjabat Ketum, sebelumnya sebagai Sekjen, dan telah dua kali berturut turut menjadi ketua umum, dan pada Munas ke X di Solo ini dipaksakan menjadi ketua umum kembali dengan cara merubah anggaran dasar Perbarindo pasal 14, ayat 2. dari masa jabatan 2 periode menjadi 3 periode,” jelas Amitaba.
“Hal ini jelas-jelas menciderai sistem pengambilan keputusan secara demokrasi,” pungkasnya
Ida B