Konflik Pilwalkot Makassar Bisa saja Terjadi,Tinggal Putusan MA

Umum356 Dilihat

22/04/2018

PORTALINDO.CO.ID Makassar- Potensi konflik antar pendukung pasangan calon di Pilkada Kota Makassar diprediksi bergantung pada putusan Mahkamah Agung (MA).

Jika Moh Ramdhan Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) didiskualifikasi potensi konflik diyakini lebih besar dibanding sebaliknya.

Kesimpulan ini mencuat dalam diskusi bertema “Membedah Dampak Sosial Putusan MA” yang digelar Komunitas Wartawan Politik Makassar di Warkop Dottoro, Jalan Boulevard, Makassar, Minggu (22/4/2018).

Salah satu indikatornya, sesuai hasil survei Celebes Research Center (CRC), jumlah loyalis DIAmi teramat besar. Direktur Riset CRC Andi Wahyuddin Abbas menjelaskan stongvoters DIAmi mencapai 48,7 %.

Apalagi saat ini berkembang opini bahwa ranah hukum telah menjadi alat politik untuk memenangkan pilkada sebelum pertarungan sebenarnya di bilik TPS.

“Jika MA mengabulkan amar putusan PTTUN maka akan membawa Makassar ke dalam perangkap kubangan konflik berkepanjangan,” kata Pakar Sosiologi Politik dari Unhas, Dr Sawedi Muhammad.

Ia menjelaskan, konflik berkepanjangan yang dimaksud bukan berarti konflik fisik semata. Konflik sejatinya adalah benturan perbedaan pendapat.

Konflik bisa berbentuk soft clash dan hard clash. Rentang waktunya pun akan panjang tidak hanya dalam tahapan kampanye saat ini, namun bisa meluber sampai ke hari H pemilihan dimana calon yang didiskulifikasi akan mengkampanyekan kotak kosong.

“Keputusan kasasi MA yang keliru dan melukai hati masyarakat itu bisa menjadi persoalan yang berat sekali dampak sosialnya di Makassar. Tapi secara pribadi saya yakin MA akan menganulir putusan PTTUN. Saya melihat sudah banyak pakar hukum tata negara yang bicara tentang kejanggalan-kejanggalan dalam putusan PTTUN. Terakhir ada komentar dari jubir MA,” kata Dosen FISIP Unhas ini.

Keyakinan Sawedi juga berdasar pada integritas hakim yang menyidang perkara kasasi yang diajukan KPU Makassar. Dikutip dari situs MA, tiga hakim tersebut masing-masing Yodi Martono Wahyunadi, Is Sudaryono dan Supandi. Serta Panitera Pengganti adalah Maftuh Effendi.

“Menelusuri jejak digital hakim MA. Yodi Martono salah satu hakim yang terkenal dengan konsep hukum progresif. Bahwa hukum itu bukan kacamata kuda namun harus mempertimbangkan nilai-nilai norma sosial dan budaya meskipun itu tidak memiliki dasar hukum. Sementara Is Sudaryono dinobatkan sebagai hakim malaikat karena merupakan hakim yang hidupnya sangat sederhana. Sehingga kekhawatiran akan adanya intervensi, itu saya kira tidak akan terjadi pada dua hakim ini,” imbuhnya.(Ria)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *