Era Medsos, Tukang Ojek Bisa Jadi Wartawan, PWI: Uji Kompetensi Wartawan Jalan Keluar

Umum479 Dilihat
Portalindo.co.id JAKARTA – Penggunaan internet dan media sosial memungkinkan siapa pun bisa menjadi wartawan. Misal, korban aksi kriminal tergeletak di jalanan, lalu pengguna sepeda motor yang melihat memfoto lalu mengunggahnya di media sosial sehingga menjadi sebuah informasi atau berita.
Gun Gun mengatakan, sekitar 143,26 juta jiwa di Tanah Air pengguna aktif internet dan media sosial dari 262 Juta jiwa total populasi penduduk di Indonesia. Menurutnya, dari angka tersebut, mereka bisa menjadi pelaku penyebar informasi.
“Dari 143,26 juta jiwa mereka bisa menjadi pelaku penyebar informasi dan juga bisa menjadi korban informasi palsu alias hoax yang disebar di media massa,” kata Gun Gun dalam diskusi Optimalisasi Kompetensi Wartawan dan Peran PWI dalam Pemberitaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Selasa 24 April 2018.
Sementara Ketua Dewan Kehormatan Provinsi PWI DKI Jakarta, Kamsul Hasan mengatakan, siapa pun dapat menjadi wartawan tanpa persyaratan latar belakang pendidikan dan atau kompetensi. Hal ini merujuk pada  Pasal 7 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 7 hanya memiliki dua ayat yaitu Pasal 7 ayat (1) yang mengatur tentang wartawan bebas memilih organisasi profesi sedangkan Pasal 7 ayat (2) wartawan memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Bahkan pernah diberitakan ada wartawan yang buta huruf tertangkap bersama oknum polisi saat memeras pedagang intan di Medan, Sumatera Utara. Bagaimana mungkin seseorang yang buta huruf atau tidak memiliki latar belakang pendidikan memadai atau tak memiliki kompetensi bisa menjadi wartawan?” ucap Kamsul.

Atas dasar itu, Dewan Pers membuat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sebagai solusi untuk menutup kekurangan dari Pasal 7 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. “Dewan Pers bersama-sama masyarakat pers berupaya menutup ‘lobang’ Pasal 7 UU Pers dengan menetapkan peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan. Uji Kompetensi Wartawan jadi sebagai jalan keluar,” kata Kamsul.
Sementara wartawan senior Nasihin Masha mengatakan, pers harus memainkan peran bak mata air yang menjernihkan arus informasi yang begitu banyak mengalir ke masyarakat. Pers dalam hal ini khususnya media konvensional, menurut Nasihin, harus menjadi corong penyampaian informasi mengutamakan kebenaran sesuai fakta dengan memperhatikan etika.
“Pers itu harus menjadi mata air. Pers harus menjadi solusi bagi masyarakat yang gelisah akan berbagai informasi yang simpang siur melalui media sosial,” kata Nasihin.
Ida

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *