Kota Palu Terkait Pembangunan Pasca Gempa Dan Tsunami Banyak  Menyalahi Perda RT-RW

PORTALINDO.CO.ID, SULAWESI TENGAH – Peringatan tersebut disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, Abdul Haris. Dia ber­harap, pemerintah daerah mem­prioritaskan pelestarian lingkun­gan hidup ketimbang memaksi­malkan pendapatan asli daerah (PAD).

“Banyaknya korban jiwa saat gempa bumi pada 28 September 2018, adalah bagian tak terpi­sahkan dari buruknya perangkat kebijakan yang ada. Serta ada indikasi pengabaian RT-RW yang ada,” kata Haris.

Saat ini, pemerintah pusat telah memerintahkan pemerintah daer­ah Sulawesi Tengah meyelesaikan rancangan revisi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RT-RW).

Dia mengungkapkan, ada banyak ketidaksesuaian antara pembangunan di Kota Palu dan Perda RT-RW yang lama. Misalnya di wilayah pesisir Teluk Palu. Wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan rawan gelombang dan tsunami. Namun malah dibangun hotel dan teluknya direklamsi.

Dalam Perda RT-RW Kota Palu no. 16 tahun 2010, disebutkan kawasan rawan gelom­bang pasang/tsunami. Meliputi wilayah Kecamatan Palu Utara mencakup Kelurahan, wilayah Kecamatan Palu Timur, wilayah Kecamatan Palu Selatan, dan wilayah Kecamatan Palu Barat.

“Konsekuensi dari pembangu­nan yang tidak terkontrol tersebut adalah alih fungsi wilayah. Hutan mangrove yang mempunyai fung­si pelindung dari air pasang dan tsunami dibabat habis dan di­ganti dengan konsep betonisasi,” katanya.

Padahal dalam Perda disebutkan, kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung yang mencakup pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan yang melawan alam seperti itu, mengakibatkan kerusakan dan akan memberikan dampak bagi manusia itu sendiri.

Sehingga, kata dia, rezim PAD yang hanya mementingkan ke­pentingan investasi harus segera diperbaiki. Selain itu, perlu men­indak tegas serta memberikan sangsi hukum, apabila memang terdapat pelanggaran dan peng­abaian RTRW yang ada.

“Pemerintah juga perlu me­masukan zona perlindungan wilayah pesisir dan ekosistem pesisir. Hal ini dimaksudkan un­tuk perlindungan wilayah pesisir kedepan sesuai amanat peraturan yang ada,” imbuhnya.

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla mengatakan, rekonstruksi Sulawesi Tengah pasca bencana gempa bumi dan tsunami baru bisa berlangsung setelah ada payung hukum. Berupa peraturan daerah (Perda) yang mengatur tata ruang dan wilayah.

“Kalau (Perda) sudah selesai itu, baru bisa kami berikan dana rekonstruksi dan rehabili­tasi. Karena belum ada tempat­nya, mesti ada perda baru, perda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RT-RW), di mana daerah-daerah baru itu,” kata JK.

Selain itu, pemerintah juga masih memperbaharui data jum­lah rumah yang akan dibangun di wilayah yang aman dari gempa. Setelah ditentukan jumlah ru­mah yang pasti, serta selesainya Perda RTRW Sulawesi Tengah, barulah pemerintah memulai proses rekonstruksi.

“Itu urusan Pemda semua (menyusun Perda), bukan uru­san pusat. Jadi mereka (Pemda) berjanji, mereka, gubernur dan wali kota, satu bulan saya kasih waktu satu bulan harus selesai. Semuanya itu, Perda itu (harus selesai), baru bisa dibangun in­frastrukturnya, jalannya, rumah-rumahnya,” sebut JK.(Kbr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *