Berita Pembunuhan di Nduga adalah Propaganda Indonesia,Benny Wenda Katakan


PORTALINDO.CO.ID, JAYAPURA – Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda mengaku belum mendapatkan informasi langsung terkait insiden dugaan pembunuhan di Nduga. Ia mengatakan baru mendapatkan informasi dari media massa yang terfokus pada jumlah korban saja.

Berita-berita di media massa ini diduga oleh Wenda sebagai bentuk propaganda Indonesia. Narasi tentang pembunuhan yang menewaskan puluhan orang itu untuk menegasikan dukungan rakyat Indonesia yang semakin luas terhadap hak penentuan nasib sendiri. Sebab saat ini, semakin banyak orang Indonesia yang memahami keinginan rakyat dan bangsa Papua untuk berpisah dari Indonesia.

“Berita pembunuhan di Nduga adalah propaganda Indonesia. Itu dugaan saya. Karena semakin luasnya dukungan rakyat Indonesia kepada rakyat dan bangsa Papua itu terlihat pada 1 Desember kemarin. Sebab itu Indonesia berupaya menunjukkan pada masyarakat Indonesia bahwa orang Papua itu brutal dan bisa melakukan pembantaian. Insiden belum bisa dikonfirmasi, namun narasi “pembantaian” itu sudah berkembang luas melalui media massa dan foto-foto hoax korban beredar di media social,” kata Benny Wenda melalui sambungan telepon kepada Jubi, Rabu (5/12/2018).

Ia juga menduga jika narasi pembunuhan ini dikembangkan Indonesia untuk melegitimasi droping pasukan lebih besar lagi ke Papua.

Berkaitan dengan sikap ULMWP, Wenda menegaskan bahwa ULMWP sejak berdiri telah memilih jalan lobby, diplomasi dan anti kekerasan.

“ULMWP posisinya jelas. Sebagai elemen politik kami berjuang secara damai, tanpa kekerasan. Tapi kalau TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat), itu lain cerita,” lanjut Wenda.

Menurutnya, hingga saat ini ULMWP belum bisa memberikan pernyataan resmi karena masih mengumpulkan informasi secara komperehensif dari sumber pertama. ULMWP lanjutnya, belum bisa mengkonfirmasi tuduhan yang disampaikan oleh TNI dan polisi terkait peristiwa di Nduga itu

“Jika benar TPNPB yang melakukan serangan itu, mereka pasti akan mengaku sebagai pihak yang bertanggungjawab,” lanjut Wenda.

Wenda yang bermukim di Inggris ini juga mengungkit pembangunan Jalan Trans Papua yang dikerjakan oleh TNI, terutama di wilayah Kabupaten Nduga.

Proyek Jalan Trans Papua ini sendiri, kata Wenda, dulunya bernama jalan Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (P4B). Melalui Kepres No. 40 Tahun 2013, dimasa pemerintahan SBY, pengerjaan jalan ini diserahkan kepada TNI. Kemudian pada masa Jokowi, proyek jalan ini berubah nama menjadi Jalan Trans Papua.

Pada tahun 2016, Jokowi memandatkan pembangunan jalan ini, terutama di wilayah terisolir, kepada TNI. Pada tahun 2016, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadikan Zeni TNI AD sebagai mitra kerja membuka trans Papua. Awal 2016, tim Zeni bekerja mengikis pinggang dan punggung pegunungan Jayawijaya yang melintang membelah Kabupaten Nduga dan Jayawijaya. Tak jarang mereka harus memakai bahan peledak untuk menghancurkan batu yang menghalangi pembangunan jalan.

Total kekuatan yang dikerahkan jajaran Zeni Angkatan Darat sejumlah 394 orang personel dengan komposisi POP-1 meliputi Denzipur-10 dan Denzipur-12, mengerjakan ruas jalan Wamena-Habema dan Habema-Mbua. POP-2 yaitu Yonzipur-18, mengerjakan ruas jalan Mbua-Mugi dan Mugi-Paro, sedangkan POP-3 dari Yonzikon-14 mengerjakan ruas jalan Paro-Kenyam dan Kenyam-Mamugu, dengan kekuatan tiap POP berjumlah 107 personel. Sementara itu, alat berat yang dibutuhkan dalam pembuatan ruas jalan ini terdiri dari Exavator, Dozer, Grader, Dump Truck, Tandem Roller, Tyred Roller, Vibro dan Tangki Air dengan kebutuhan pembukaan jalan berjumlah 78 unit dan pengaspalan jalan berjumlah 60 unit alat berat.

“Faktanya, semua bisnis menyangkut pembangunan jalan trans tersebut dilakukan oleh TNI sehingga sangat kuat dugaan pekerja proyek jalan tersebut sebagai anggota militer, bukan pekerja sipil,” kata Wenda. (*)

Sumber : Tabloid-wani.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *