Ibu Kota Kabupaten Morowali Utara Darurat Sampah?


Peristiwa – Sejumlah masyarakat mempertanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam menangani persoalan sampah di wilayah Ibu Kota Kabupaten Morowali Utara (Morut). Pasalnya, di tiga Kelurahan yakni Kolonodale, Bahontula dan Bahoue yang merupakan wilayah pusat pemerintahan ‘anak kandung’ Morowali saat ini dinilai oleh sebagian masyarat setempat sudah sampai pada titik “darurat sampah?”.
“Persoalan ini kalau tidak segera ditangani, akan akan berakibat fatal bagi kesehatan masyarakat di wilayah ibu kota Kabupaten.  Karna saat ini, kita sudah bisa dikatakan darurat sampah,” ungkap warga kelurahan Kolonodale yang tidak ingin namanya di mediakan.
Selain, dugaan abainya pemerintah daerah terhadap persoalan ini dengan ditandai minimnya anggaran operasional, sarana dan prasarana kebersihan serta kuranya kesadaran masyarakat pun disinyalir menjadi pemicu persoalan maraknya sampah yang dibuang tidak pada tempatnya.
Berbagai sorotan publik, baik secara lisan dan tulisan melalui media sosial (medsos) dialamatkan kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Aptripel Tumimomor dan Instansi terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup Daerah.
Menyikapi persoalan sampah tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah, Patta Toba, SE angkat bicara. “Kalau bicara sampah, kita harus bahas dari hulu sampai hilir, ” kata Patta Toba, SE saat dikonfirmasi di ruang kerjanya,  Selasa,  10 April 2018.
Kita sekarang, tambahnya, khusnya di Dinas Lingkungan Hidup, kalau distilahkan baru merencanakan. Sebab kita memiliki kewenangan itu belum lama yaitu kurang lebih setahun sejak penyerahan kewenangan 2017. Setelah pengelolaan kebersihan ditangani oleh Dinas Lingkungan hidup, sejumlah persoalan kebersihan perlu dibenahi.
“Daerah kita belum ada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)  sampah karena masih terkendala lokasi yang belum di bebaskan di Koromatantu karena anggaran yang diusulkan tidak terakomodir dalam APBD 2018,” terangnya. 
Tidak hanya itu,  lokasi pembuangan sampah di dusun Lambolo Desa Ganda-Ganda yang digunakan saat ini dinilai tak layak. Mulai dari lokasinya yang curam dan cenderung membahayakan petugas pengangkut sampah, bahkan keberadaanya yang tepat dipinggir jalan Trans Sulawesi Kolonodale – Soyo Jaya serta jarak yang dekat dengan Pondok Pesantren Raudatu Fitrah dikeluhkan. 
“Disitu beresiko,  beberapak kali sopir datang menyampaikan ke saya,  kalau dia tidak berani terlalu ke pinggir membuang sampah dan cenderung meluber ke jalan karena takut jatuh ke jurang. Begitu juga bau busuk yang dialami pengguna jalan dan Pondok Pesantren yang dekat dengan lokasi pembuangan sampah tersebut. Jadi dilema kita,  karena tidak tempat lain sebagai alternatif,” ujar Patta Toba.
Bahkan, lanjutnya,  karena sering meluber dan minimnya anggaran operasional yang ada. Kami harus meminta bantuan alat pihak PT.  COR untuk mendorong sampah yang meluber kejalan agar jatuh ke jurang dan tidak menghalangi pengguna jalan. “Anggaran operasional kita minim,  makanya kita minta bantuan pihak perusahaan,” beber Patta Toba.
Selain itu, minimnya sarana dan prasarana seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS)  atau Amrol serta Dump Truk pengangkut sampah diungkapkannya.  Jumlah produksi sampah tiap hari yang mencapai 8 sampai 10 ton tidak sebanding dengan jumlah 1 unit Amrol dan 2 unit Dump Truk yang ada.
“Sehingga, sebagai solusi kami mengadakan 8 unit Omrol dan 1 unit Dump Truk di APBD 2018, karena agar yang ditetapkan dibawah harga E-Katalog dengan selisi kekurangan sekitar Rp.  50 jutaan, maka menunggu dianggaran perubahan,” ucapnya.
Lebih jauh dikatakannya, persoalan sampah adalah tanggungjawab bersama antara Pemerintah Daerah,  Instansi terkait dan seluruh elemen masyarakat. Buang sampah dan BAB sembarang oleh masyarakat merupakan budaya yang tidak baik sebagian masyarakat kita saat ini. Kurangnya kesadaran dan apatisme terhadap kondisi lingkungan salah satu penyebabnya.
“Kita sudah pernah melakukan upaya pembersihan dengan mengarahkan petugas kebersihan dan bekerjasama dengan tagana di kompleks perumahan di atas laut.  Banyak sampah bahkan kotoran manusia didapati. Tiga kali dump truk bolak balik,  sampah belum juga habis diangkut. Persoalannya masyarakat kita sekarang memiliki budaya yang tidak enak dan sebagian cenderung jadi penonton, meskipun untuk kepentingan mereka,” jelasnya.
Kedepan,  pihak DLH Morut bakal memprogramkan pembagian plastik sampah lepada masyarat sembari terus melakukan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebersihan untuk kesehatan lingkungan. “Jadi kalau ada sampah tidak langsung dibuang sembarang,  tetapi diisi di platik sampah dan ditaruh dipinggir jalan agar terpantau oleh petugas kebersihan,” tandasnya. (Wardi) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *