Oleh : Yohanes Wandikbo
Editor : Ida Bastian
Portalindo.co.id – Pembangunan di Tanah Papua kembali mendapatkan energi baru melalui dukungan yang semakin menguat dari para tokoh adat. Dukungan ini bukan sekadar simbolis, tetapi mencerminkan komitmen bersama untuk memastikan program-program strategis pemerintah benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat. Dari Maybrat, Nabire, hingga Jayapura, suara adat yang selama ini menjadi perekat sosial masyarakat Papua bergema lantang menyatakan kesiapan mereka mengawal program nasional. Fokus dukungan itu salah satunya tertuju pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digencarkan pemerintah sebagai bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Di Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, Badan Gizi Nasional (BGN) bersama Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya (MRP-PBD) menggelar sosialisasi Program MBG. Dalam forum tersebut, anggota MRP-PBD, Demas Idie menegaskan bahwa keberhasilan MBG akan menentukan kualitas generasi Papua ke depan. Menurutnya, program ini adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya memastikan anak-anak mendapatkan gizi seimbang, tetapi juga menjamin akses pendidikan yang lebih kuat melalui generasi yang sehat dan cerdas. Demas menggarisbawahi bahwa keberadaan program ini menunjukkan perhatian pemerintah pusat terhadap pembangunan dari pinggiran.
Ketua Korwil BGN Maybrat, Defilson Kambu menjelaskan bahwa MBG tidak boleh dipandang semata sebagai bantuan makanan. Di balik penyediaan menu bergizi, terdapat dimensi pemberdayaan ekonomi lokal. Bahan pangan diperoleh dari petani dan nelayan di sekitar kampung, dapur dioperasikan dengan melibatkan warga setempat, dan hasilnya adalah sinergi pembangunan gizi sekaligus penguatan ekonomi masyarakat. Dengan pendekatan ini, MBG menjadi katalis untuk menumbuhkan kemandirian desa dan memperkuat ketahanan pangan lokal di Papua
.Dukungan tidak hanya datang dari lembaga resmi seperti MRP-PBD, tetapi juga dari struktur adat yang menjadi tiang sosial budaya Papua. Kepala Suku Besar Meepago, Papua Tengah, Melkias Keiya menyampaikan bahwa kepala suku memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah. Menurutnya, program negara tidak boleh disalahpahami, melainkan harus diterima sebagai upaya menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Dengan tegas ia menekankan bahwa Papua Tengah harus tampil sebagai zona damai yang terang, aman, dan sejahtera, di mana program pemerintah bisa berjalan tanpa hambatan.
Di Nabire, Ketua LMA Kabupaten Nabire, Karel Misiro menegaskan posisi strategis lembaga adat sebagai mitra pemerintah. Dalam sosialisasi Program Strategis Nasional (PSN), ia menyampaikan bahwa LMA memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pembangunan tepat sasaran, dari tingkat kabupaten hingga kampung. Kehadiran tokoh adat di barisan depan pembangunan menurutnya akan memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap program pemerintah. LMA diharapkan berperan sebagai jembatan, sehingga aspirasi masyarakat bisa tersampaikan, sementara program pemerintah bisa diterima dengan baik.
Dukungan yang sama juga terlihat di Jayapura, Onfoafi Kampung Kayo Pulau, Nicolaas Jouwe menyampaikan apresiasi atas empat program strategis yang diperkenalkan pemerintah, yakni MBG, Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat. Menurut Jouwe, kegiatan ini sangat penting karena memperlihatkan keseriusan pemerintah mendekatkan program ke masyarakat kampung. Ia menekankan bahwa manfaat program harus dirasakan langsung oleh rakyat kecil, bukan hanya tercatat di laporan birokrasi. Karena itu, ia berharap sosialisasi dan implementasi program tidak berhenti pada satu kesempatan, melainkan dijalankan secara berkala agar masyarakat selalu merasakan kehadiran negara di tengah kehidupan mereka.
Kehadiran pemerintah dalam kegiatan adat memiliki makna simbolik yang kuat. Di Papua, interaksi langsung pemerintah dengan tokoh adat bukan hanya tentang penyampaian informasi, tetapi juga perwujudan penghargaan terhadap kearifan lokal. Dengan cara ini, program pemerintah tidak lagi dipandang dari jarak jauh, melainkan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat kampung.
Rangkaian kegiatan di Maybrat, Nabire, dan Jayapura mencerminkan kesamaan sikap: tokoh adat Papua berdiri di garis depan mendukung program strategis pemerintah. Dukungan ini penting, karena tokoh adat memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk opini dan menjaga harmoni sosial di komunitas masing-masing. Dengan adanya dukungan tersebut, potensi resistensi atau salah tafsir terhadap program pemerintah dapat diminimalisasi.
Lebih dari itu, dukungan tokoh adat memberi legitimasi moral bahwa program-program pemerintah memang sejalan dengan kebutuhan masyarakat. MBG misalnya, tidak hanya mengatasi masalah stunting, tetapi juga menumbuhkan solidaritas sosial karena dapur dan pengelolaan dilakukan bersama. Program Koperasi Merah Putih membuka peluang ekonomi, Sekolah Rakyat memperkuat akses pendidikan, sementara pemeriksaan kesehatan gratis meningkatkan jangkauan layanan dasar. Semua program itu jika dikuatkan dengan sinergi adat akan menghasilkan pembangunan Papua yang lebih inklusif.
Dari berbagai pernyataan tokoh adat, jelas terlihat bahwa Papua tidak berjalan sendiri dalam pembangunan. Pemerintah pusat hadir dengan program prioritas, sementara tokoh adat dan masyarakat lokal memastikan program itu berjalan sesuai kebutuhan riil di lapangan. Sinergi ini membentuk lingkaran positif: pemerintah menghadirkan kebijakan, tokoh adat mengawal implementasi, masyarakat merasakan manfaat langsung, dan pada gilirannya memperkuat kepercayaan publik kepada negara.
Dukungan tokoh adat terhadap MBG dan program strategis lainnya menjadi bukti bahwa pembangunan di Papua adalah proyek bersama. Bukan hanya tugas pemerintah, melainkan kerja kolektif antara negara, adat, dan masyarakat. Dengan semangat ini, Papua semakin siap menjadi bagian penting dari visi Indonesia Emas 2045: generasi yang sehat, cerdas, berdaya saing, dan sejahtera.
Penulis merupakan Pengamat Pembangunan Papua