Industri 4.0 Merevitalisasi Sektor Manufaktur Lebih Produktif dan Inovatif

Ekonomi – Indonesia perlu melakukan revitalisasi industri manufaktur sesuai dengan perkembangan implementasi Industri 4.0 saat ini. Oleh karena itu, melalui peta jalan Making Indonesia 4.0, langkah strategis yang akan dilaksanakan bertujuan untuk mencapai target menjadi 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2030.


“Salah satu upaya yang kami lakukan adalah mengakselerasi industri manufaktur nasional agar terus melakukan inovasi dan memperbaiki desain. Hal ini guna memacu produktivitas dan daya saing,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai menjadi pembicara kunci pada acara The 4th Industrial Dialogue Bappenas – JICA di Jakarta, Selasa (17/4).


Selama ini industri manufaktur berperan penting sebagai sektor andalan dalam memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, sektor industri menyumbangkan kepada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan capaian 20,16 persen pada tahun 2017.


Menurut Menperin, kontribusi manufaktur Indonesia mampu menembus 30 persen apabila dihitung mulai dari proses pra-produksi, produksi dan pasca-produksi. “Paradigma industri manufaktur global, berdasarkan kesepakatan di World Economic Forum, proses produksi sebagai satu-kesatuan. Maka itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” tegasnya.


Menperin menyatakan, dalam 15 tahun ke depan bisa menjadi masa emas bagi Indonesia karena akan menikmati bonus demografi. Momentum ini merupakan jumlah angkatan kerja yang produktif lebih besar, dengan harapan dapat memacu kinerja ekonomi nasional. “Produktivitas industri dipengaruhi pula dari output tenaga kerja,” ujarnya.


Guna meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) industri, Kementerian Perindustrian telah meluncurkan program pendidikan vokasi di berbagai wilayah di Indonesia. Mengusung konsep link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri, diharapkan lulusan SMK saat ini dapat terserap atau cepat bekerja di sektor industri.


“Dalam pengembangan SDM di politeknik, kami kerja sama dengan Swiss untuk melaksanakan programskill for competitiveness (S4C),” imbuhnya. Menperin menuturkan, SDM menjadi salah satu faktor utama yang menopang keberhasilan penerapan Industri 4.0. “Kita punyatalent cukup melimpah, dan pool of talent kita atau perguruan tinggi, jumlahnya terbanyak di Asean,” ungkapnya.


Kemudian, revitalisasi industri juga perlu dilakukan pada skala industri kecil dan menengah (IKM). Upaya yang telah dilakanakan oleh Kemenperin adalah mendorong pelaku IKM nasional dapat memanfaatkan teknologi digital agar mereka mampu menangkap peluang dalam implementasi Industri 4.0.


“Kami telah menyiapkan fasilitasnya melalui e-Smart IKM. Tujuannya antara lain supaya mereka mudah mendapatkan bahan baku dan memperluas pasarnya terutama untuk ekspor,” jelas Airlangga. IKM pun dapat memanfaatkan fasilitas pusat inovasi yang dibangun oleh Kemenperin, seperti Bandung Techno Parrk danBali Creative Industry Center (BCIC).


Bahkan, Kemenperin juga mendorong penciptaan wirausaha industri baru dengan melibatkan kalangan pesantren sekaligus menyiapkan mereka untuk menyongsong era revolusi industri keempat. “Program yang digulirkan itu dinamakan Santripreneur, di mana nantinya para santri di seluruh Indonesia akan dilibatkan dalam pelatihan industri berbasis ekonomi digital, seperti animasi dan multimedia,” jelasnya.


Menperin menambahkan, guna memacu inovasi di kalangan industri, pemerintah berupaya memberikan insentif fiskal tax allowance di atas 100 persen atau super deduction tax. “Kami telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan, untuk vokasi sebesar 200 persen. Sementara untuk inovasi 300 persen. Untuk vokasi hampir final,” paparnya.


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional dapat melebihi angka 5,5 persen jika pemerintah melakukan perbaikan menyeluruh di sektor manufaktur. Namun demikian, diperlukan terobosan kebijakan, agar manufaktur nasional dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi di tengah penerapan Industri 4.0.


“Pemerintah tengah menjalin kerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), untuk melakukan studi yang difokuskan pada pengembangan industri manufaktur,” ujarnya. Di samping itu, menurutnya, pelaksanaan Industri 4.0 didorong untuk meningkatkan daya saing industri nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *