Kurun Waktu Berapa Tahun, Produksi Beras Tuai Polemik


Nasional – Data produksi beras nasional selalu menuai polemik dan perdebatan dalam beberapa tahun. Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri menjelaskan polemik ini dipicu dari pendapat para pengamat yang terus memperdebatkan kesahihannya.
Menurut Boga mereka selalu beranggapan, bahwa data produksi padi over estimate. Padahal, Kementan tidak pernah mempublikasikan produksi gabah atau beras lantaran tidak memiliki kewenangan.
“Terkait data, harus menjunjung tinggi prinsip ‘Satu Peta Satu Data’. Karena itu, yang berwenang merilis data adalah BPS,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (7/4).
Data produksi, merupakan angka ramalan II yang dikeluarkan BPS berdasarkan hasil rapat koordinasi BPS-Kementan. Survei tersebut menggunakan metode sampel area untuk memvalidasi data produksi padi.
Untuk itu, ia menyarankan agar semua pihak menunggu hasil riset BPS untuk menghindari polemik.
“Yang terpenting, masyarakat percaya kepada pemerintah, termasuk dalam urusan data kepada BPS,” imbaunya.
Lebih lanjut, Boga menjelaskan, pihaknya tetap terbuka untuk menerangkan asumsi surplus atau tidaknya produksi gabah. Perhitungan surplus bisa terlihat dari angka konsumsi dengan rumus total kebutuhan beras atau konsumsi dihitung berdasarkan jumlah penduduk dikalikan tingkat konsumsi per kapita.
“Jika produksi padi 81,3 juta ton, maka menghasilkan 47,29 juta ton beras. Bila jumlah penduduk 2017 mencapai 261,89 juta jiwa dan tingkat konsumsi 114,6 kilogram, total konsumsi beras 33,47 juta ton. Artinya, diperoleh surplus 13,81 juta ton,” jelas Boga.
Keberadaan stok lebih hasil panen itu, lanjutnya, sebagian besar dikuasai masyarakat, baik petani, penggilingan, pedagang, dan konsumen. Pemerintah melalui Bulog cuma menguasai sebagian kecilnya.
Mengacu ke hasil survei BPS 2015, beras tersebar di rumah tangga 47,57 persen, Bulog 19,3 persen, pedagang 18,32 persen, penggilingan 8,22 persen, serta hotel, restoran, dan katering 6,59 persen.
Boga juga mengingatkan kebijakan impor beras pada awal 2018 pun bukan keputusan Kementan, melainkan Kemendag.
“Kementan sama sekali tidak mengeluarkan rekomendasi, karena stok beras dalam negeri terpenuhi,” tutup Boga. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *