PORTALINDO.CO.ID, Surabaya – Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh tak pernah bosan mengingatkan jajarannya tentang budaya kerja yang bisa menggerakkan aparaturnya di 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi.
Budaya kerja Dukcapil adalah “Dukcapil melayani sepenuh hati” melalui Dukcapil BISA.
“Agar terwujud kekompakan kita membangun tahapan Dukcapil BISA. Ini merupakan satu semangat membangun kebersamaan,” ujar Dirjen Zudan Arif Fakrulloh pada Rakor Kebijakan Peningkatan Kinerja Pelayanan Administrasi Kependudukan Se Jawa Timur, di Surabaya, Rabu (15/6/2022) malam.
BISA adalah singkatan, B: Berkarya, I: Inovasi dan Inisiatif, S: Sabar namun penuh Semangat, dan A: Adaptif dan Amanah.
Lebih lanjut Dirjen Zudan membedah inti terdalam dari kredo Dukcapil BISA.
B-artinya Berkarya. “Tidak boleh setiap hari tidak ada karya. Pegawai Dukcapil bukan sekadar bekerja. Dalam berkarya membangun sesuatu yang baru dan diperbaiki terus menerus.”
Cara memperbaiknya seperti apa? yakni dengan: I-artinya Inisiatif dan Inovatif. “Inisiatif melakukan sesuatu sebelum orang lain meminta. Dukcapil turun ke lapangan jemput bola tadinya tidak ada tetapi karena perlu inisiatif maka dengan UU Adminduk 24 tahun 2013 jadi ada, ini bentuk inisiatif karena turun ke lapangan, ke rumah-rumah untuk jemput bola pelayanan penduduk.”
Huruf S, itu artinya Sabar tetapi penuh semangat. Zudan mengingatkan para Kadis ada yang kerap tidak sabar.
“Ketika gagal jaringan langsung mengeluh tidak bisa kerja, nggak ada DAK nggak bisa kerja. Sabar adalah kunci dari banyak penyelesaian masalah. Bila tidak sabar pelayanan Dukcapil menjadi menyebalkan bagi masyarakat,” tukasnya.
Huruf S tadi juga berarti Semangat yang tidak pernah turun apalagi padam. “Kira-kira artinya bekerja dari pagi jam 8 sampai 4 sore nggak turun kadar semangatnya. Strateginya berikan reward-punishment, sesekali kasih perjalanan dinas. Puji saja mereka sudah senang. Reward itu nggak harus sesuatu yang mahal.”
Misalnya, umumkan pegawai terbaik setiap hari Senin. Hal ini memerlukan banyak prasyarat dan prasarana tetapi bisa dilaksanakan agar staf tetap semangat. “Adakan coffee morning dan dolan bareng.”
Terakhir, A-Adaftif atau mudah menyesuaikan dengan perkembangan. Zudan memberi contoh sikap adaftif yang bagus bisa dilihat bagaimana perkembangan dalam dunia telekomunikasi.
“Dunia telekomunikasi mengubah peradaban dan sektor yang paling adaptif. Teman-teman siapa yang masih rutin yang mendengar radio di rumah? Siapa yang masih menggunakan telepon rumah? Siapa yang masih rutin ke counter bank. Sekarang urusan transaksi perbankan sudah bisa lewat handphone. Duitnya sudah pindah ke hape.”
Begitu pun peralatan komunikasi berubah dari waktu ke waktu. Dimulai dengan kentongan berganti menjadi telepon rumah, kemudian ada wartel, pager, hape, dan GSM. “Sekarang sudah ada 4G dan 5G. Bahkan generasi baru gadget sebentar lagi kita lihat bisa ditanam di perangkat tubuh. Itulah sikap adaftif.”
Puspen Kemendagri