Oleh : Anggi Dewi Lestari
Editor : Ida Bastian
Portalindo.co.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto kembali menegaskan komitmen pemerintah dalam membangun generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang segera diteken setelah Presiden kembali dari kunjungan kerja di New York, pemerintah ingin memastikan keberlanjutan program ini berjalan secara sistematis, akuntabel, dan berjangka panjang. Langkah tersebut tidak hanya menjadi wujud konsistensi janji kampanye, tetapi juga sebagai strategi kebijakan sosial yang berdampak langsung pada masyarakat.
Dalam pernyataan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang, draf aturan Perpres sebenarnya sudah rampung. Tinggal menunggu pengesahan Presiden agar memiliki payung hukum yang kuat. Hal ini penting karena program sebesar MBG membutuhkan dasar regulasi yang jelas untuk menjamin tata kelola, distribusi, hingga evaluasi berjalan sesuai standar. Tanpa kerangka hukum yang kokoh, MBG akan rentan terhadap berbagai tantangan, baik teknis maupun politis.
Hingga September 2025, MBG telah menjangkau sekitar 22 juta penerima manfaat dengan anggaran terserap Rp 17 triliun. Target ambisius pemerintah adalah menjangkau 82,9 juta penerima manfaat yang terdiri dari anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Dari segi angka, ini adalah salah satu program sosial dengan cakupan terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Tidak mengherankan bila sorotan publik begitu besar, apalagi setelah muncul berbagai dinamika seperti kasus keracunan yang menjadi perhatian luas.
Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa Presiden bahkan memberikan perhatian detail terhadap pelaksanaan program ini. Prabowo disebut sering melakukan komunikasi langsung untuk memastikan setiap penerima mendapatkan porsi sesuai standar gizi, termasuk arahan teknis sederhana seperti cara mengolah telur agar tidak mengurangi jumlah distribusi. Perhatian yang sangat detail ini menunjukkan keseriusan kepala negara bahwa MBG bukan hanya sekadar program populis, melainkan investasi jangka panjang dalam pembangunan manusia.
Namun demikian, berbagai kasus keracunan yang terjadi di sejumlah daerah menimbulkan tantangan serius. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan perlunya BGN melibatkan aparat penegak hukum dalam investigasi agar dapat membedakan antara kelalaian, kesalahan teknis, maupun kemungkinan unsur kesengajaan. Menurutnya, evaluasi menyeluruh mutlak dilakukan agar program kembali pada tujuan mulianya. Pandangan ini sejalan dengan kebutuhan tata kelola yang lebih ketat, mulai dari sertifikasi dapur penyelenggara, pengawasan rantai pasok, hingga peran aktif masyarakat dalam pengawasan.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menambahkan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk menghentikan program ini. Meskipun ada desakan dari sebagian kalangan, ia menegaskan MBG tetap dilanjutkan sambil dilakukan evaluasi. Baginya, setiap kejadian, termasuk kasus keracunan, harus dijadikan bahan pembenahan. Sikap ini menunjukkan arah kebijakan pemerintah yang memilih perbaikan daripada penghentian, karena manfaat program jauh lebih besar dibandingkan tantangannya.
Senada dengan itu, Menteri Agama menyatakan rasa syukur atas kehadiran MBG dan Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang dirasakan langsung para santri di berbagai pesantren. Kehadiran dua program prioritas ini disebut sebagai wujud perhatian nyata Presiden terhadap generasi muda bangsa. Menurutnya, makanan bergizi tidak sekadar urusan perut, tetapi fondasi penting dalam mencetak generasi cerdas, sehat, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Dengan MBG, para pelajar dan santri dapat belajar dengan semangat baru, sementara CKG membantu menjaga kesehatan mereka.
Dalam konteks kebijakan publik, Perpres yang segera diteken menjadi instrumen penting untuk menguatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga. Kepala Kantor Staf Kepresidenan Muhammad Qodari menyoroti pentingnya standar laik higiene sanitasi (SLHS) pada setiap dapur penyelenggara. Dari total 8.583 dapur MBG, baru 34 yang memiliki SLHS. Angka ini menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan pemerintah, terutama dalam aspek mitigasi risiko keracunan. Dengan Perpres, aturan-aturan teknis ini dapat dipertegas dan menjadi kewajiban hukum bagi setiap penyelenggara.
Jika ditinjau lebih jauh, kehadiran Perpres MBG adalah bentuk penyempurnaan tata kelola kebijakan sosial. Program dengan anggaran ratusan triliun rupiah tentu tidak bisa dijalankan tanpa regulasi yang memadai. Dengan payung hukum yang jelas, setiap penyimpangan dapat diminimalisasi, baik terkait distribusi, kualitas makanan, maupun efektivitas penyerapan anggaran. Perpres juga akan memastikan bahwa program ini memiliki daya tahan politik, tidak hanya bergantung pada figur Presiden saat ini, melainkan bisa dilanjutkan sebagai kebijakan nasional jangka panjang.
Secara sosiologis, program MBG menyentuh kebutuhan paling mendasar masyarakat: pangan. Di tengah kesenjangan sosial dan tantangan ekonomi, makanan bergizi gratis memberikan rasa aman bagi keluarga yang kurang mampu. Anak-anak bisa bersekolah dengan perut kenyang, ibu hamil mendapatkan nutrisi cukup, dan balita tumbuh dengan asupan yang memadai. Hal-hal sederhana inilah yang menjadi pondasi bagi pembangunan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Meski demikian, transparansi dan partisipasi publik tetap menjadi kunci keberhasilan. Evaluasi rutin, pelibatan ahli gizi, hingga edukasi kepada masyarakat harus menjadi bagian integral dari MBG. Program sebesar ini tidak bisa hanya berjalan secara birokratis, melainkan harus menjadi gerakan bersama. Di sinilah peran media, organisasi masyarakat, dan komunitas lokal sangat penting untuk ikut mengawasi sekaligus mengedukasi masyarakat.
Akhirnya, Perpres MBG bukan hanya sekadar dokumen hukum, melainkan simbol komitmen negara dalam menunaikan tanggung jawab sosialnya. Di balik dinamika dan kritik yang muncul, arah kebijakan tetap jelas: negara hadir memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan makanan bergizi sebagai hak dasar mereka. Perjalanan panjang program ini tentu tidak akan lepas dari tantangan, namun dengan regulasi yang tepat, pengawasan yang ketat, serta partisipasi masyarakat, MBG akan menjadi warisan berharga dalam sejarah pembangunan bangsa.
Penulis merupakan Jurnalis Bidang Politik dan Kebijakan Sosial