PORTALINDO.CO.ID | Berlin – Jerman menilai bahwa rencana Otonomi Maroko sebagai pondasi atau dasar dan landasan yang sangat baik untuk solusi penyelesaian akhir konflik Sahara Maroko. Hal itu ditegaskan Menteri Luar Negeri Federal Jerman, Annalena Baerbock, pada hari Jumat, 28 Juni 2024, di Berlin.
Berbicara pada konferensi pers yang diadakan di akhir sesi pertama Dialog Strategis Bilateral antara Maroko dan Jerman, yang dipimpinnya bersama Menteri Luar Negeri, Kerjasama Afrika dan Ekspatriat Maroko, Nasser Bourita, Baerbock menyoroti peran inisiatif Otonomi Maroko yang sedang diterapkan negara berjuluk Negeri Matahari Terbenam itu.
Baerbock juga menegaskan kembali dukungannya terhadap upaya PBB untuk menemukan solusi politik terhadap konflik Sahara tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa hari Jumat lalu, Bourita dan Baerbock mengadakan sesi pertama Dialog Strategis Bilateral. Pertemuan itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari deklarasi bersama yang diadopsi kedua negara saat kunjungan Baerbock ke Maroko pada 25 Agustus 2022.
Sementara dari Jakarta, Presiden Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (PERSISMA), Wilson Lalengke, dalam pernyataannya mengatakan bahwa pihaknya mendukung penuh penyelesaian masalah Sahara sesegera mungkin. Hal ini penting terutama agar warga masyarakat di wilayah konflik dapat segera hidup dalam suasana yang nyaman, bebas dari rasa kuatir, dan dapat fokus meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.
“Persisma mengikuti secara terus-menerus persoalan di Sahara ini. Bahkan kita sudah berkunjung ke wilayah Sahara beberapa tahun lalu. Kondisi masyarakat di Sahara sudah mulai membaik, perekonomian berjalan normal, aktivitas pemerintahan dan masyarakat umum telah tertata juga dengan baik. Namun, karena penyelesaian konflik belum tuntas, maka secara psikologis-antropologis, masyarakat masih terbebani dengan perasaan was-was, kurang nyaman, dan belum bisa fokus pada peningkatan kualitas hidup secara maksimal. Di beberapa tempat masih berdiri posko-posko satuan tentara perdamaian dari PBB yang menjaga wilayah Sahara,” ungkap Wilson Lalengke menanggapi perkembangan terkini terkait masalah Sahara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PPWI), tambahnya, dapat mendorong semua pihak belajar dari penyelesaian konflik Pemerintah Indonesia dengan Aceh belasan tahun lalu. “Sebenarnya kalau mereka mau, PBB dapat mendorong semua pihak terkait untuk datang ke Indonesia dan melihat cara kita menyelesaikan konflik Aceh yang bisa terselesaikan dengan adanya penetapan Daerah Khusus Nanggro Aceh Darussalam sebagai implementasi otonomi khusus bagi Aceh. Walau masih banyak PR, namun pemberian otonomi khusus bagi Aceh dapat menghasilkan perdamaian yang relatif stabil dan permanen di wilayah tersebut serta terhindar dari gangguan-gangguan yang bersifat separatisme,” jelas Presiden Persisma Wilson Lalengke menutup pernyataannya. (PERSISMA/Red)