Kasus Pungli di Pasar Merdeka, Besok Senin Memasuki Pembacaan. Eksepsi

Hukum578 Dilihat

Portalindo.co.id Bogor – Perkara SS  mantan pegawai BUMD – PD. Pasar Merdeka dibawah pengelolaan PD. Pasar Pakuan Jaya yang diduga telah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana dimaksud dalam pasal 12e UU TIPIKOR telah di sidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung senin kemarin (09-04-2018).

SS ditetapkan sebagai tersangkako per 19 Februari 2018 dan setelah diperiksa langsung dilakukan Penahanan pada saat itu juga oleh kejari dikirim ke Lapas Paledang sebagai tahanan titipan dan terancam kurungan penjara maksimal 20 tahun.
Awalnya Kejari Bogor menahan SS  karena dugaan pungutan liar (pungli) terhadap para pedagang saat masih menjabat Kepala Unit Pasar Merdeka di tahun 2014 yang lalu, sebagaimana yang diberitakan oleh beberapa media di waktu yang lalu.
“Tersangka melakukan pungli atas program Kartu Iuran Sementara Tempat Berdagang (KISTB) terhadap seluruh pedagang kios, baik kios Los maupun Nonlos. Harusnya pungutan hanya Rp. 200 ribu, sedangkan pedagang harus bayar Rp700 ribu. Jadi punglinya Rp. 500 ribu. Ada ratusan kios, artinya ada kerugian negara hingga ratusan juta rupiah di situ,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor Widianto Nugroho kepada beberapa media on line ketika itu.
Widi menambahkan, pihaknya sudah mengamankan barang bukti berupa dokumen aliran dana medio 2013-2014 saat SS menjadi kepala unit di pasar yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan tersebut. 
“Kami juga masih menyelidiki jumlah pasti punglinya, ada di kisaran ratusan juta,” jelasnya.
Selain itu, kejari juga masih menyelidiki keterlibatan pegawai lain selain SS yang ikut menikmati hasil pungli ini. Namun, pihaknya belum menetapkan tersangka lain, karena tim penyidik masih mendalami kasus ini. Termasuk juga adanya dugaan setoran ‘ke atas’ yang dilakukan tersangka dalam kasus ini. 
“Ada dua orang lagi, bawahan SS saat itu yang juga kami periksa. Jadi kami belum bisa menetapkan tersangka atau bukan. Termasuk bagaimana aliran dana itu, masih kami dalami baik ke atas, rangkaian ke direksi, ke sejawat ataupun ke bawahnya. SS ini kan pelaku utama, dia yang menyuruh,” ujarnya. 
Widi menegaskan, SS disangkakan Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 serta Pasal 11 Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1991 tentang Tindak Pidana Korupsi. 
“Dia diancam pidana maksimal 20 tahun penjara,” katanya. Itu bunyi salah satu berita yang dikutib dari media online sebelumnya.
Tim Penasehat Hukum dari Pihak SS yang dipimpin H. Alfan Sari, SH.MH.MM. dari Kantor Hukum ALFAN SARI & Rekan yang  tergabung sebagai Advokat POSBAKUMADIN (Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia) dari Organisasi Advokat PERADIN yang didampingi rekannya Ruswan Efendi, SH tersebut menyatakan, “Tim Penasehat Hukum sangat terkejut setelah mendengarkan dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pasal yang diterapkan tersebut pada Terdakwa”.
Alfan menerangkan bahwa menurut informasi (data) atau fakta hukum dari kronologis yang ada, semua tuduhan atau dakwaan tersebut adalah “Sangat Tidak Tepat atau Dakwaan Kabur” dengan istilah lain (Obscuure Lible) dimana pasal yang disangkakan awalnya merupakan Tindak Pidana Pungli berubah menjadi pasal tunggal UU Tipikor (Pasal 12e) yang jelas-jelas SS bukanlah seorang PNS (SK pengangkatan berdasarkan kebijakan direksi, Tanpa Hak Pensiun, dengan gaji mengacu ke UMR) dan juga bukanlah selaku Penyelenggara Negara di suatu Instansi Pemerintahan (Mengingat PD. Pasar Pakuan Jaya merupakan Badan Usaha / Perusahaan Daeran atau bukanlah Instansi Pemerintahan) dengan kata lain juga SS bukanlah seorang Pemangku Kebijakan atau Pengambil Keputusan.
Lanjutnya, artinya sejak awal sudah jelas dakwaan tersebut cacat hukum yang semestinya harus batal demi hukum. Hal tersebutlah yang mendasari Tim Penasehat Hukum SS melakukan Eksepsi yang disampaikan pada sidang kemarin dan akan dibacakan Senin (16-04-2018) nantinya di PN Tipikor Bandung.
Menurut penasehat hukum, sangat tidak adil apabila hukuman terkait kejahatan pungli diberikan sanksi setara antara pemberi dan penerima. Ia menilai pemberian sejumlah uang oleh masyarakat kepada petugas pelayanan bukan terjadi lantaran sukarela, melainkan karena terpaksa, itupun jika benar sesuai fakta hukumnya, seperti katanya “Kalau pungli, yang aktif biasanya adalah pihak yang meminta. Namun, kalau dikatakan pungli masuk kategori korupsi, pihak pemberipun harus dikenai pertanggungjawaban pidana. Apakah itu adil…? Lagi pula sejauh ini tidak ada Pihak lain (Pedagang) yang menyatakan keberatan atau kerugiannya, kecuali adanya Laporan dari pengurus paguyuban yang mengaku sebagai wakil dari pedagang yang kamipun masih mempertanyakan Legal Standingnya (Dasar Hukumnya) selaku pengurus dan kepentingannya dalam hal ini.
Selain itu dengan tidak   dimasukan turut sebagai tersangka atau terdakwa lain di dalam perkara ini, sungguh sangatlah hal yang ganjil jika melihat dakwaan yang ada beserta fakta hukumnya. 
Disisi lain Tim Penasehat Hukum juga menyayangkan Pihak Penyidik Kejari yang terkesan tergesa-gesa dan memaksakan perkara ini bergulir ke ranah pengadilan, mengingat masih banyaknya kekurangan bukti-bukti dan juga saksi yang bukan tidak mungkin juga seharusnya menjadi tersangka yang terlibat didalam perkara ini, satu contoh misalkan ; Jika kasus ini dianggap Tindak Pidana Korupsi, dimanakah letak Kerugian Negara mengingat uang tersebut didapatkan hasil dari para pedagang dan sudah disetorkan kepada Kas Pihak Management PD. Pasar Pakuan Jaya selaku pengelola BUMD – PD. Pasar Merdeka. 
Mencuatnya kasus ini karena adanya program Kartu Iuran Sementara Tempat Berdagang (KISTB) sebagai program dari PD. Pasar Pakuan Jaya yang diterapkan pada pedagang yang berjualan di Pasar Merdeka. Dimana dalam program tersebut ada konskwensi yang harusnya dipenuhi oleh Direksi PD. Pasar Jaya Pakuan untuk mencetak Kartu tersebut setelah diterima atau terkumpulnya dana dari para pedagang dengan jumlah atau nilai tertentu. Namun kenyataan, setelah uang tersebut ditarik dari para pedagang dengan melibatkan phak-pihak terkait Kartu yang semestinya telah diterbitkan atau dicetak tersebut belum juga dibagikan kepada para pedagang. Dan seperti diketahui adanya kewenangan mencetak atau menerbitkan “Kartu” tersebut bukan ada pada SS, melainkan direksi selaku yang mengetahui dan mendukung adanya program KISTB tersebut dan telah menerima uang setoran yang didapatkan dari para pedagang sebagai bukti adanya dukungannya.
“Adapun kelebihan dari uang yang teleh disetorkan ke Direksi PD. Pasar Jaya Pakuan tersebut jelas-jelas telah di alokasikan sesuai peruntukannya kepada jajaran terkait sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya sesuai arahan pimpinan atau direksi” ujar SS sebelum memulai persidangan Senin kemarin. Dan kalaupun perkara ini tetap dianggap suatu tindak pidana baik Pungli atapun Tipikor, apa yang menjadi bukti sebagai dasar awal penyidikan, mengingat sampai saat ini uang hasil yang dikumpulkan dari para pedagang tersebut tidak pernah disita sebagai “Barang Bukti” hingga kini oleh Pihak Kejari. Artinya dalam hal ini kami mempertanyakan, siapa sebenarnya yang korupsi…???
Disisi lain Ny. NN selaku Istri dari SS selesai mengikuti sidang perdana suaminya melaporkan oknum pengurus ormas di kota bogor yang telah menipu dan menggelapkan uangnya sejumlah Rp. 104.000.000,- (Seratus Empat Juta Rupiah) yang diberikannya sesuai permintaan yang bersangkutan untuk mengurus perkara suaminya (SS) yang saat itu masih dalam tahap penyelidikan Pihak Intel Kejari.
“Uang yang diminta tersebut bukanlah jumlah yang sedikit bagi kami, sebagai pegawai BUMD Non PNS suaminya SS dan juga saya selaku tenaga guru honorer” ucapnya dengan mata berkaca kaca. 
Namun demikian meskipun harus mencari pinjaman dan menjual beberapa benda yang masih bisa berharga, akhirnya uang sejumlah tersebut dapat terkumpulkan meskipun memerlukan waktu cukup lama dan sempat membuat kami sangat panik sekeluarga.
Meskipun tidak ada support atau pembelaan dari pihak direksi tempat suaminya bekerja, Kepanikan kami sempat reda ketika uang tersebut dapat terkumpul sejumlah yang diminta dan diserahkan kepada AM selaku pengurus ormas kota bogor yang mengaku banyak kenalan dengan para penegak hukum dan pejabat Kejari atau Orang-orang Juanda istilahnya (sebagaimana terlampir percakapan lewat HP dan Print Out Chating lewat WA dan SMS, sebagai petunjuk ke penyidik). 
Namun panik tersebut datang lebih besar lagi karena uang yang kami sudah serahkan tersebut tidak cukup dengan jumlah dari awal yang diminta, melainkan ada kenaikan menjadi lebih besar dari jumlah sebelumnya.
Belum lagi habis kebingungan kami yang nyaris putus asa, Suami saya kembali dipanggil untuk diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka. Lalu apa artinya uang yang kami dapat kumpulkan dan berikan dari hasil susah payah tersebut, jika akhirnya Suami saya mesti tetap ditahan hingga saat ini. Kenapa hukuman tetap harus dijalani suami saya yang bukan tidak mungkin hanya korban fitnah atau kesalah pahaman saja.
Selain saat ini saya memerlukan biaya hidup dan ongkos mobilisasi Bogor Bandung mengikuti persidangan suami, perlu diketahui uang tersebut didapatkan hasil pinjaman dari beberapa orang yang juga sudah minta dikembalikan, akhirnya kami putuskan untuk meminta kembali uang tsb dari AM untuk dikembalikan. 
Namun ybs terlalu banyak alasan yang kebetulan saat itu Ybs sedang sibuk urusan perkaranya di PTUN selaku Bakal Calon Wali Kota Bogor yang tidak lolos di KPU.
Maka dari itu hasil dari keputusan keluarga besar kami mengarahkan untuk melaporkan apa yang sudah dilakukan AM tersebut ke pihak berwajib, yakni bagian Krimum Polda Jabar senin kemarin dengan didampingi Penasehat Hukum dari Suami saya, dengan harapan ada penegakan hukum yang tidak tebang pilih dengan mengungkap siapa sebenarnya yang pungli atau korupsi ujarnya menahan emosi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *