Dugaan Suap dalam Pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI: Pengakuan Mantan Staf Ahli

Portalindo.co.id | Jakarta – Dugaan praktik suap dalam pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mencuat setelah diungkap oleh Muhammad Fithrat Irfan, mantan staf ahli anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al Amri (RAA).

Dalam wawancara yang ditayangkan di kanal YouTube Forum Keadilan TV pada Kamis, 5 Februari 2025, dengan judul “Money Politic Pemilihan Pimpinan MPR dan Ketua DPD RI”, Irfan mengungkap adanya dugaan suap dalam proses pemilihan pimpinan DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD RI.

Laporan ke KPK dan Dugaan Praktik Suap

Irfan menyatakan bahwa dirinya telah melaporkan Rafiq Al Amri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 6 Desember 2024 atas dugaan penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.

“Per tanggal 6 Desember 2024, saya melaporkan RAA ke KPK RI atas dasar beliau ini menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Penyalahgunaan gelar akademik memakai gelar doktor untuk didaftarkan di SK (Surat Keputusan) beliau. Padahal, orang tersebut tidak bekerja di situ (fiktif), hanya dia (RAA) mengambil keuntungan dari gaji staf itu. Beliau punya staf itu dapat jatah lima orang, yang betul-betul real bekerja cuma tiga orang,” terang Irfan.

Lebih lanjut, Irfan mengklaim bahwa pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI tidak berjalan secara etis. Ada kecurangan sistemik disana dan besar indikasi dugaan adanya praktik suap dalam proses tersebut.

“Ada konversi dari dollar Amerika Serikat (AS) ke rupiah. Uang suap yang diberikan untuk memenangkan Ketua DPD RI sebesar 5.000 dollar AS dan Wakil Ketua MPR RI sebesar 8.000 dollar AS per anggota DPD RI,” ungkapnya.

Jika dikonversi ke rupiah, jumlah total dugaan suap tersebut mencapai sekitar Rp204.680.000 per anggota DPD RI. Menurut Irfan, sebanyak 95 dari 152 anggota DPD RI menerima uang dalam kompetisi pemilihan pimpinan tersebut.

Pertemuan dengan KPK di Warung Bakso

Irfan mengaku telah dipanggil kembali oleh KPK pada 11 Desember 2024 untuk memberikan keterangan tambahan. Namun, ia merasa ada kejanggalan dalam proses tersebut.

“Saya sempat atur jadwal dengan pihak KPK. Kemarin dua hari sebelumnya ini, katanya masih sampai tahap aduan, kata Mas Yovi dan Ibu Stefiya (utusan KPK RI),” ujar Irfan.

Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa dirinya diminta bertemu di luar kantor KPK, tepatnya di sebuah warung bakso di Jakarta Timur.

“Tapi kan kalau untuk prosedural harusnya saya dilayani di kantor,” tambahnya.

Irfan juga menyebutkan bahwa ia telah menyerahkan berbagai bukti yang menguatkan dugaan suap, termasuk perintah dari seorang anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah untuk menukarkan uang dollar AS ke rupiah di salah satu bank. Namun, ia mengaku tidak mendapatkan surat bukti penyerahan dokumen dari KPK.

Selain itu, Irfan mengungkap bahwa pihak KPK sempat meminta agar ponselnya dikloning.

“Saya anggap itu tidak wajar. Saya menolak karena itu privasi,” katanya dalam wawancara di Forum Keadilan TV.

Menurut Irfan, total uang yang ditukarkan mencapai 13.000 dollar AS atau lebih dari Rp200 juta. Ia mengaku telah menyerahkan bukti percakapan, tangkapan layar, serta bukti penukaran uang kepada KPK.

Tanggapan Ahli

Reza Indragiri, pakar psikologi forensik, turut memberikan pandangannya terkait laporan balik yang diadukan RAA di Polda Metro Jaya terhadap Muhammad Fithrat Irfan atas dugaan pencemaran nama baik berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Apakah yang dilakukan Mas Irfan itu menyerang kehormatan atau tidak? Kalau RAA terbukti sah melakukan tindak pidana korupsi, maka menyerang kehormatan itu tidak tepat,” ujarnya dalam podcast yang sama.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI, Abcandra Muhammad Akbar Supratman, yang akrab disapa Kaka Baju Hitam, serta Rafiq Al Amri belum memberikan tanggapan hingga berita ini tayang.

Kasus ini masih terus berkembang dan menjadi sorotan publik. Publik menanti kejelasan lebih lanjut mengenai keterlibatan para pihak yang disebut dalam dugaan suap ini, termasuk apakah Abcandra Akbar Supratman memiliki peran dalam skandal politik uang ini.

Pewarta : Fadly PPWI Kota Palopo