Cegah Provokasi, Tokoh Agama Serukan Kewaspadaan terhadap Penyusup di Reuni 212

Berita, Nasional, Religi, Umum23 Dilihat

Portalindo.co.id, Jakarta – Berbagai tokoh masyarakat dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan agar publik tetap tenang, dewasa, dan waspada dalam menyikapi rencana Reuni 212. Mereka menegaskan bahwa kewaspadaan menjadi kunci untuk mencegah hadirnya pihak-pihak berkepentingan yang berpotensi menyusup dan mengalihkan tujuan kegiatan menjadi sarana provokasi, politisasi agama, ataupun tindakan anarki yang dapat merugikan masyarakat luas.

Tokoh NU, KH Robikin Emhas, menegaskan bahwa NU sebagai organisasi tidak akan terlibat dalam Reuni 212 apabila kegiatan tersebut mengarah pada politisasi agama maupun upaya yang dapat memecah belah persatuan bangsa. Menurutnya, kegiatan keagamaan seharusnya dijalankan dengan niat tulus dan tetap berada dalam koridor kedamaian. “Jangan dicederai dengan politisasi agama, jangan juga mau diadu domba, dipecah belah,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa tindakan tersebut tidak hanya merugikan bangsa, tetapi juga merendahkan nilai-nilai agama itu sendiri. Karena itu, ia meminta masyarakat NU untuk bersikap arif, mampu menempatkan diri, dan menjauhi ujaran kebencian serta tindakan yang dapat memicu permusuhan.

Nada serupa juga disampaikan oleh tokoh Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, yang menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak terlibat secara organisatoris dalam Reuni 212. Ia menilai bahwa misi seperti “bela Islam” yang kerap dikampanyekan dalam kegiatan tersebut sudah tidak lagi relevan karena nuansa politik lebih dominan dibandingkan pesan keagamaan. Ia mengingatkan agar masyarakat tetap rasional dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik.

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, turut meminta semua pihak untuk tidak merespons isu Reuni 212 secara berlebihan. Menurutnya, setiap aspirasi harus disampaikan dengan etika, tanpa mencela atau menghina. Ia menekankan bahwa menjaga ketenangan publik jauh lebih penting agar potensi gesekan sosial tidak melebar.

Seruan dari para tokoh lintas organisasi ini menjadi pengingat kuat bahwa kewaspadaan publik sangat diperlukan. Masyarakat diminta tetap tenang, dewasa, dan tidak mudah terbawa arus provokasi, terutama terhadap kemungkinan hadirnya penyusup yang ingin mengalihkan tujuan kegiatan menjadi arena konflik. Dengan menjaga sikap tersebut, Reuni 212 diharapkan tetap berada dalam koridor damai, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan sempit, serta mampu menjaga persatuan umat dan stabilitas nasional.

Ida Bastian