Portalindo.co.id, Jakarta – Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kembali menegaskan komitmen untuk menjaga profesionalitas prajurit TNI.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi menjelaskan bahwa perubahan dalam UU TNI ini bertujuan untuk memperjelas pembatasan kewenangan, bukan memperluasnya. Menurutnya, pasal yang mengatur tentang penempatan prajurit TNI aktif di kementerian atau lembaga sipil adalah sebagai penegasan pembatasan kewenangan yang sudah ada sebelumnya.
“Jadi, sesuai dengan Pasal 47, itu tentang kewenangan, di mana tentara aktif boleh masuk ke institusi kementerian atau lembaga sipil itu justru bukan perluasan kewenangan, tetapi pembatasan, penegasan,” jelas Kristomei.
Hal ini sejalan dengan perubahan yang tertuang dalam UU TNI yang disahkan oleh DPR, di mana prajurit TNI aktif kini dapat mengisi jabatan di beberapa lembaga negara seperti BNPB, BNPP, BNPT, Bakamla, dan Kejaksaan Agung, yang sebelumnya belum diatur secara eksplisit.
Kristomei juga menekankan bahwa penegasan pembatasan kewenangan ini penting untuk menghindari penafsiran yang keliru terkait peran TNI dalam sektor sipil. Ia memberikan contoh seperti penempatan prajurit TNI dalam Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang terjadi pada 2020, yang saat itu tidak diatur dalam undang-undang tetapi berjalan tanpa penolakan.
“Misalnya kejadian pada 2020, ketika seorang almarhum Doni Monardo memimpin BNPB, pada saat itu, enggak ada di dalam undang-undang kalau seorang tentara aktif bisa memimpin itu (BNPB), tetapi enggak ada yang protes pada saat itu. Nah, sekarang itu kami tuangkan dalam undang-undang,” jelasnya lebih lanjut.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan menegaskan bahwa revisi UU TNI ini bukan bertujuan untuk mengembalikan dwifungsi ABRI, sebagaimana dikhawatirkan oleh beberapa pihak.
Budi Gunawan mengungkapkan bahwa perubahan ini hanya berkaitan dengan tiga pasal yang diubah, yaitu tentang kedudukan TNI di bawah kementerian pertahanan, batas usia pensiun prajurit, dan penempatan prajurit di kementerian/lembaga.
“Pemerintah sekali lagi menegaskan bahwa Revisi UU TNI ini tidak dimaksudkan mengembalikan TNI pada dwifungsi militer seperti masa lalu,” ujar Budi Gunawan.
Ia menambahkan bahwa perubahan ini bertujuan untuk menyesuaikan kebutuhan zaman dan meningkatkan profesionalisme prajurit TNI dalam menjalankan tugas pertahanan negara, khususnya dalam situasi darurat seperti bencana alam.
Meski demikian, pembahasan RUU TNI ini tidak lepas dari kritik. Namun, terlepas dari kritik tersebut, pemerintah memastikan bahwa tujuan revisi UU TNI adalah untuk memastikan adaptasi terhadap perkembangan zaman dan peningkatan kinerja TNI dalam menghadapi tantangan masa depan.
Dengan adanya penegasan dalam UU ini, diharapkan TNI tetap menjaga independensinya dan profesionalisme dalam tugas-tugasnya, sekaligus memberikan kontribusi positif dalam sektor sipil yang membutuhkan keahlian mereka.
Ida BastianĀ