Menperin Beberkan Manufaktur Lokal Skala Global, Kepada Generasi Milenial

Ekonomi – Sejumlah sektor manufaktur nasional mampu menunjukkan kemampuan kompetitifnya di pasar global. Capaian ini membuat Indonesia menjadi basis produksi dan eksportir yang diperhitungkan sehingga dapat dikategorikan sebagai negara industri.

“Jadi, sudah sejalan dengan salah satu tujuan butir Nawacita pada pemerintahan Bapak Jokowi, yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/3).

Menperin menyampaikan hal tersebut di hadapan lebih dari seratus mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Pahlawan. “Generasi milenial menjadi aset penting kita dalam membangun sektor manufaktur agar semakin tumbuh dan berkembang, sekaligus siap mengahadapi era Industry 4.0,” ujarnya.

Airlangga menyebutkan, Indonesia memiliki perusahaan mainan yang telah menguasai pasar global, yakni PT Mattel Indonesia. Untuk boneka merek Barbie, enam dari 10 yang beredar di dunia itu dihasilkan dari perusahaan tersebut. Selain itu, mobil mainan Hot Wheels, dua dari 10 produk yang ada di dunia merupakan buatan anak bangsa.

“Produksi Hot Wheels di Indonesia mencapai 50 juta unit per tahun, lima kali lipat dari produksi mobil benaran. Produksinya sudah full robotic atau masuk teknologi digital, tetapi mesinnya dibuat oleh insinyur-insinyur kita. Sementara itu, akan di-launch Barbie pakai Batik,” ungkapnya.

Di sektor lainnya, industri otomotif nasional juga memiliki keunggulan. “Daihatsu Indonesia adalah pabrik otomotif terbesar milik Daihatsu di Jepang. Produksinya yang di Karawang sebanyak 500 ribu unit per tahun, jauh lebih banyak dibanding produksi dari Jepang yang maksimal 200 ribu unit per tahun,” papar Menperin.

Kemudian, Daihatsu Indonesia telah mengekspor produksinya ke lebih dari 60 negara. “Mobil Calya dan Sigra adalah mobil yang didesain oleh putra-putri Indonesia dengan komponen lokal. Toyota Innova juga sudah diekspor ke Timur Tengah, Asean, dan Amerika Selatan,” imbuhnya. Bahkan, ekspor komponen otomotif nasional naik hingga 600 persen dari 6 juta unit pada tahun 2016 menjadi 37 juta unit di 2017.

Di industri telepon seluler (ponsel), Airlangga mengungkapkan, Indonesia telah menjadi lokasi produksi bagi 42 merek ponsel yang ada di seluruh dunia, dengan total produksi mencapai 68 juta unit per tahun. Dengan peningkatan kapasitas tersebut, impor ponsel yang awalnya sebesar 62 juta unit pada tahun 2013, turun drastis menjadi 11 juta unit di tahun 2017.

“Hingga saat ini, total investasi di industri ponsel sebanyak Rp7 triliun, dengan menyerap tenaga kerja 13 ribu orang. Selain itu, ditambah dengan komitmen investasi Apple USD 44 juta yang akan menyerap 400 tenaga kerja,” tuturnya.
Menperin menambahkan, kekuatan ekonomi Indonesia dinilai sebagai salah satu pemain kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global. Indonesia mampu memberikan kontribusi sebesar 2,5 persen terhadap pertumbuhan dunia, di mana capaian tersebut mengungguli sumbangsih dari Korea Selatan, Australia, Kanada, Inggris, Jepang, Brasil dan Rusia.

“Dari sektor manufaktur, Indonesia secara persentase untuk kontribusinya terhadap PDB, masuk dalam jajaran lima besar dunia. Mengungguli Jepang, India, dan Amerika Serikat. Bahkan ekonomi Indonesia sudah masuk dalam klub USD1 triliun, atau sepertiga dari ekonominya ASEAN,” sebutnya.

Tujuan investasi

Menurut Menperin, Indonesia masih menjadi Negara tujuan investasi. Hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam menciptakan iklim bisnis yang kondusif serta memberikan kemudahan dalam proses perizinan usaha. Berdasarkan survei US News, Indonesia dinilai sebagai negara tujuan investasi terbaik kedua di dunia, mengalahkan negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia dan Singapura.

“Ini menjadikan momentum yang baik untuk menunjukkan kepercayaan kepada para investor di sektor industri agar lebih ekspansif,” ujarnya. Pada tahun 2017, total investasi (PMA & PMDN) di sektor industri mencapai Rp274,06 triliun atau berkontribusi sebesar 39,6 persen dari total investasi di Indonesia sebesar Rp692,8 triliun.

Guna semakin meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan ekspor dari sektor manufaktur, Kemenperin mendorong pertumbuhan 10 sektor industri padat karya berorientasi ekspor. Pada tahun 2017, ekspor produk industri sebesar USD109,76 miliar, naik 13,14 persen dibandingkan tahun 2016 yang mencapai USD125,02 miliar. Capaian ekspor produk industri di tahun 2017 tersebut memberikan kontribusi hingga 74,10 persen terhadap total ekspor Indonesia.

Kemenperin mencatat, selama lima tahun terakhir (2013-2017) terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sektor industri dari 14,9 juta orang pada tahun 2013 menjadi 17 juta orang tahun 2017, atau rata-rata naik 512 ribu orang per tahun. Peran sektor industri dalam menyerap tenaga kerja, melonjak dari 13,54 persen pada tahun 2013 menjadi 14,05 persen tahun 2017.

Kemenperin telah mengusulkan adanya terobosan fasilitas baru bagi kegiatan investasi dalam bentuk super deductive tax untuk kegiatan litbang dan vokasi serta pengurangan PPh bagi industri padat karya yang mampu menyerap lebih dari 1000 orang.

Dalam menghadapi era Industry 4.0 yang sedang berjalan saat ini, Menperin menyampaikan, pihaknya tengah menyusun roadmap mengenai strategi Indonesia mengimplementasikan terhadap teknologi revolusi industri keempat tersebut. Ada lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohannya, yaitu indutri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia.

“Kami juga telah menyiapkan platform digital bagi industri kecil dan menengah (IKM) melalui e-Smart IKM agar dapat memperluas pasar mereka,” kata Airlangga. Saat ini, diASEAN ada sekitar tujuh unicorn atau perusahaan startup yang memiliki valuasi di atas USD1 miliar. Empat di antaranya dariIndonesia, yakni Bukalapak, Traveloka, Tokopedia, dan Gojek.

Pada kesempatan tersebut, Menperin mengimbau kepada para generasi muda Indonesia agar saat ini mempelajari Bahasa Inggris, Statistik, dan Koding. Ketiga hal tersebut mutlak dikuasai oleh sumber daya manusia (SDM) industri agar mampu bersaing di era Industry 4.0.

“Implementasi Industry 4.0 mampu meningkatkan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, dan perluasan pasar bagi industri nasional,” tegasnya. Namun, peluang yang ditimbulkan era tersebut perlu membutuhkan keselarasan antara perkembangan teknologi terkini dengan kompetensi SDM yang tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *