Sukisari,S.H.,C.M,.Mediator : Pilihan Mediasi Lebih Baik Dibandingkan Berperkara Di Pengadilan

Jakarta, 8 Juni 2024
Oleh : Sukisari, S.H.,C.M.
– Praktisi Hukum dan Mediator Bersertifikat PMI UGM Akreditasi Mahkamah Agung.

PORTALINDO.CO.ID – Bahwa asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu : peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Tetapi kenyataan nya, setelah putusan tingkat pertama Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, jika salah satu pihak menempuh upaya hukum biasa (banding dan kasasi) atau luar biasa (peninjauan kembali) berarti waktu yang dibutuhkan menyelesaikan perkara semakin panjang, bisa tahunan untuk suatu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Bahwa dalam menyelesaikan suatu sengketa, selain bisa diselesaikan melalui proses gugatan di pengadilan dan putusan hakim, juga bisa diselesaikan melalui cara mediasi baik di dalam Pengadilan maupun di luar Pengadilan, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 36 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Mediasi di Pengadilan adalah  cara penyelesaian sengketa melalui perundingan untuk memperoleh kesepakatan perdamaian Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator, sebagai bagian hukum acara perdata yang wajib dilaksanakan di peradilan umum dan peradilan agama. Tanpa melewati tahap mediasi bisa berakibat putusan hakim batal demi hukum.

Sedangkan mediator adalah Hakim atau Non Hakim  yang  memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna  mencari berbagai  kemungkinan penyelesaian sengketa dengan menggunakan cara memutus perkara secara sukarela dalam sebuah penyelesaian. Sertifikat Mediator adalah  dokumen yang diterbitkan  oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang  menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti  dan lulus pelatihan sertifikasi Mediasi.

Proses mediasi menekankan dilaksanakan dengan itikad baik, karena ada akibat hukum (sanksi) para pihak yang tidak beritikad baik dalam proses mediasi.

Pelaksanaan mediasi mengikuti proses dan prosedur yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, terdapat beberapa point Penting,
antara lain :

Pertama, terkait batas waktu mediasi 30 hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi.- Kedua : adanya kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kecuali ada alasan sah seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; di bawah pengampuan ; mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Ketiga : adanya aturan tentang Iktikad Baik dalam proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak beriktikad baik dalam proses mediasi. Pasal 7 menyatakan: (1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. 2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan : tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah ; menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah : ketidak hadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah ; menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.

Kemudian apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), maka berdasarkan Pasal 23, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 22 PERMA No.1 Tahun 2016.

Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pula kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator menyampaikan laporan penggugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidak berhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.

Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan putusan yang merupakan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima disertai penghukuman pembayaran Biaya Mediasi dan biaya perkara.

Biaya Mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat dapat diambil dari panjar biaya perkara atau pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan kepada tergugat melalui kepaniteraan Pengadilan. Apabila Tergugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dikenai kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator menyampaikan laporan tergugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidak berhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.
Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum melanjutkan pemeriksaan, Hakim Pemeriksa Perkara dalam persidangan yang ditetapkan berikutnya wajib mengeluarkan penetapan yang menyatakan tergugat tidak beriktikad baik dan menghukum tergugat untuk membayar Biaya Mediasi.

Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari biaya perkara yang wajib disebutkan dalam amar putusan akhir. Dalam hal tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimenangkan dalam putusan, amar putusan menyatakan Biaya Mediasi dibebankan kepada tergugat, sedangkan biaya perkara tetap dibebankan kepada penggugat sebagai pihak yang kalah.

Dalam perkara peradilan umum dan perceraian di lingkungan peradilan agama, tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihukum membayar Biaya Mediasi, sedangkan biaya perkara dibebankan kepada penggugat. Pembayaran Biaya Mediasi oleh tergugat yang akan diserahkan kepada penggugat melalui kepaniteraan Pengadilan mengikuti pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara tanpa penghukuman Biaya Mediasi.

Apabila Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian.

Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam Akta Perdamaian, Kesepakatan Perdamaian wajib memuat pencabutan gugatan

Semua jenis perkara perdata bisa dimediasikan, kecuali perkara Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas keputusan KPPU, BPSK, sengketa parpol, permohonan pembatalan putusan arbitrase, perkara gugatan sederhana, dan lain-lain (Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2016).

Bahkan suatu putusan Pengadilan tingkat pertama, sepanjang perkara belum diputus pada tingkat upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali, Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat menempuh upaya perdamaian yang wajib memuat ketentuan yang mengesampingkan putusan yang telah ada.

Selain mediasi melalui penetapan perintah melakukan Mediasi dan penunjukan Mediator oleh Majelis Hakim, Para Pihak dengan atau tanpa bantuan Mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh Akta Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.

Bahwa mediasi yang berhasil menyelesaikan sengketa baik di dalam pengadilan maupun di luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian Para Pihak, dan memperoleh Akta Perdamaian, dengan penyelesaian sengketa lebih cepat, lebih fleksibel, isi penyelesaian sesuai dengan kesepakatan Para Pihak, biaya lebih murah, dan Akta Perdamaian dipersamakan dengan putusan akhir dan memiliki kekuatan eksekutorial, atau bersifat final dan mengikat para pihak.

Bahwa akta perdamaian mempunyai kekuatan sama dengan keputusan pengadilan,
dipersamakan dengan putusan akhir dan memiliki kekuatan eksekutorial,jika tidak dilaksanakan maka dapat dimintakan pelaksanaan eksekusi secara paksa oleh pengadilan karena salah satu pihak tidak mau melakukan secara sukarela, dengan mengajukan permohonan eksekusi.

Apabila memerlukan edukasi lebih lanjut, atau konsultasi mengenai mediasi, bisa menghubungi :

Law Firm Sukisari & Partners
Sukisari, S.H., C.M. – Managing Partner : WA 08118-120164
www.sukisari.com