PORTALINDO.CO.ID, Jayapura- Ketua Umum Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Papua yang juga Asisten Bidang Perekonomian dan KESRA Sekda Provinsi Papua Muhammad Musa’ad menyampaikan, Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua membantu peningkatan efektivitas pelaksanaan fungsi pemerintahan. Musa’ad memaparkan bahasan tersebut dalam rangkaian Webinar Pengurus Masyarakat Ilmu Pemerintahan Provinsi Papua Periode 2022-2026 yang berlangsung secara hybrid di Hotel Horison Ultima Entrop Jayapura, Sabtu (6/8/2022).
Dia menjelaskan, dengan adanya DOB, setidaknya memberikan kewenangan yang lebih luas pada daerah. Pemerintah juga perlu membantu merumuskan kewenangan. Setelah kewenangan, baru merumuskan kelembagaan dan keuangan.
“Jadi bukan uangnya duluan, ini kan yang banyak kita bicara uang duluan ini, (tapi malah) kita tidak bicara kelembagaan, kita tidak bicara kewenangan,” kata Musa’ad.
Musa’ad menyampaikan persoalan yang banyak dipertentangkan di Papua adalah soal merdeka dan otonomi. Sementara, berbicara kemerdekaan berarti berkaitan dengan kekuasaan. Setelah kekuasaan didapat baru kemudian negara terbentuk. Setelah itu dibutuhkan bagaimana mengelola negara yang digolongkan ke dalam dua pilihan, antara sentralisasi atau desentralisasi. Indonesia sendiri memilih yang desentralisasi.
“Konsekuensi dari desentralisasi, adanya otonomi, yang kemudian adalah namanya otonomi khusus. Jadi artinya, tidak selevel kalau kita bicara M (Merdeka) dengan kita bicara tentang otonomi. Artinya, kata kuncinya, merdeka ataupun tidak merdeka, tetap kita butuh yang namanya otonomi,” jelasnya.
Selanjutnya, untuk Papua, pemerintah dan MIPI khususnya perlu membahas terkait politik, hukum, dan HAM. Pemerintah tak bisa menghindar untuk membicarakan HAM, karena hal ini saling berimpitan antara politik, pembangunan, dan HAM.
“Saya punya keyakinan baik saja, bahwa dengan adanya DOB ini, berarti kan kita sudah melokalisir masalah itu. Logikanya, kalau masalahnya sedikit, diselesaikan dalam lingkup yang kecil, pasti kita bisa melihat semuanya itu mana yang jadi soal. Tapi kalau di ruang yang besar, kita masih raba-raba juga terhadap eror,” tuturnya.
Dia menjelaskan, setelah kewenangan, kelembagaan, dan keuangan berjalan, baru bicara pembangunan. Membangun Papua tidak semudah yang dibayangkan karena ada perbedaan yang tajam dari berbagai kabupaten/kota di Papua. Contohnya saja dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM), di Kota Jayapura memiliki IPM sebesar 79. Hal itu berbeda dengan IPM di Kabupaten Nduga yang baru mencapai angka 31.
“Jadi bisa dibayangkan, ada yang sangat tinggi, tapi ada yang sangat rendah. 2013 itu, Nduga itu hanya 25 IPM-nya. Nduga 25, hari ini syukur sudah sampai 31, itu sudah luar biasa,” ujarnya.
Sebagai tambahan informasi, webinar ini turut dihadiri sejumlah narasumber dengan berbagai topik pembahasan. Mereka di antaranya Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) RI Agustinus Fatem yang menyampaikan topik “Kesiapan dan Pembangunan Aparatur Sipil Negara dalam Rangka Pembentukan DOB di Provinsi Papua”. Lalu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah dengan topik materi “Mendorong Reformasi Sampai ke Jantung Birokrasi”.
Kemudian, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta Nurliah Nurdin dengan topik “Otonomi Khusus Papua, Tantangan Terhadap Tata Kelola Pemerintahan”. Terakhir, Asisten Bidang Administrasi Umum Sekda Provinsi Papua Y.D. Hegemur atau Wakil Ketua II MIPI Bidang Kerjasama dan Pengembangan Jaringan MIPI Papua dengan topik “Papua Format Baru dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”.
Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia